Puisi-Puisi Wilu Ningrat

Akulah Qobil

cukup adam yang kau hujam
dengan jagad bumi lantaran
dia mengunyam telan
buah ranum surga yang nyata-nyata kau nyatakan
 :
`'jangan!''

Aku bukan pecundang bangkang seperti adam bapakKu
Aku adalah Qobil yang nestapa lantaran tanpa tawar pilihan kau
putuskan labuda sebagai mempelaiKu. betapa kau larakan Aku
dengan serta-merta kau menangkan habil dan lantas meng
anugerah Iqlima selaku garwa.
Iqlima oh Iqlima.

Aku adalah Qobil yang membimbang sayang atas rahman
rahimmu, yang meragu tahu-adilmu juga segala mahamu, yang
menternyata kaulah buta bahwa Iqlima adalah darah merah
cintaKu juga surga segar gairahKu.
Iqlima oh Iqlima.

Aku adalah Qobil yang betapa kau hantamkan serupa pendulum
ke ulu nadi-hatiKu, nelangsa, pilu, sembilu dan hurrraaa! Akan
kurajam-mati Habilmu serupa kau lempar dari surga bapakku
adam, bundaku hawa ke raya-dunia ini.
Iqlima oh Iqlima.

Aku bukan pecundang bangkang seperti adam bapakKu

sia-sia
kau kirim elang legammu memanggul bangkai sesame
yang dengan cakar paruhnya
susah payah menggali tanah liang menganga
Aku tak hendak meniru laku-kubur elangmu karena
 : `'tidak!'' 

Notasi Secangkir Teh

nadi lidahku ternganga pana ketika pada teh yang kau seduh
semburatkan lelagon
yang pada oktaf notasinya tak beraturan jingkrak teriak, lirih rintih,
regang garang,
sungsang ngawang, membuat kuning cokelat warna teh kian
keruh lepuhkan hausku
akan dadamu yang pada gunduk khuldinya acap kucurkan
ludah jika kau, jika aku
memanjanya

pada tiap kau seduh secangkir teh
adalah lagu cinta, lagu hidup yang notasinya kerap tawarkan,
kerap tantangkan
rupa-rupa oktaf untuk sama-sama kita orkestrasikan

 pada tiap kau hidang secangkir the
 adalah lagu utuh tubuhmu
 Kekasihku!

Pukat
: risma widianti

dalam temaram kamar tidurmu, aku jelas melihat ikan-ikan yang
lepas senja tadi
sama-sama kita santap, tulang-tulangnya menari-nari di nakal
kolam matamu
malam ini akulah kucing hitam yang laparnya hendak mengunyah-
ngunyah lunak
tulang-tulang itu setelah lebih dulu memangsanya dengan pukat
laut darahku

Pesona
: laksmi devi

perahu kekar tak berjangkar melabuh di jenjang lehermu yang
menawarkan kesenantiasaan siur angin sejuk sepanjang hasrat.
matahari oh matahati gelusur rendah nyaris persis pada titik
simetris diagonal antara sigar belah kanan kiri atas bawah
lehermu membenderang lembut laju perahumu. ombak oh
semebyak mengoleng perahu meski tak sampai memenceng
arah shirat. cakrawala oh Segala Maha membaris bakau kelapa
yang siapa sangka ranum buahnya adalah khuldi penghalang
sesat iradhat. langit oh mencit tiada bosan menawarkan awan
dan menuangkannya dalam cecawan bagi tiap siapa yang dahaga.
pulau oh terlampau tapi mengapa hari enggan merupa senja
dan apalagi memuka legam malam
pada lehermu aku menemu nirwana serupa samudra tak berdermaga
dan aku sejatinya terkesima pana
semesta

bahkan
Musa berlaga sempurna dengan tongkatnya
di sana
Ada!

Perjamuan Dini Hari Tadi
bersama: hanna fransisca

i.
pernahkah sekali-sekali kau benar-benar pahami
rasa bebek-bebek panggang itu pada ketika paru-paru mereka
meregang ajal lantaran kaki-kaki dan sayap-sayap mereka kau
injak dan lantas kau iris-iriskan pisau landap pada tiap-tiap
jenjang leher mereka?

ii.
pada kerdip-kerdip molek sipit mripatmu aku labuhkan
benih-benih ikan bawal yang belum lama tadi induknya
kita cucrup-cucrup gurih bibir otaknya
agar mereka kelak berpinak-pinak lagi persis kita

iii.
jangan racuni anak-anak bangsa yang
jelas-jelas pemalas ini dengan
bualan-bualan berkemas
sajak-sajak pendek Mematikan!

iv.
tiba-tiba langit-langit kamar bentang benderang
dan kita sama-sama memagut
jari-jari bibir kita rekat-rekat
hingga malaikat-malaikat pun turut senyap

WILU NINGRAT kini tinggal di Kota Tegal, pada 2011 ini telah memajang karyanya dalam buku Kitab Radja Ratoe Alit (antalogi puisi pendek 50 penyair Indonesia) dan buku Antologi Fiksi Mini. Keduanya diterbitkan oleh KosaKataKita (KKK), Jakarta.









Next
Newer Post
Previous
This is the last post.

0 comments:

Post a Comment

 
Top